Heriyanto Ajukan Pledoi atas Dugaan Penyerobotan Tanah 78 Hektare di Palembang

tim kuasa hukum Heriyanto, yang terdiri dari Hendra Jaya, A. Rizal, Ilyas, dan Dahlan

PALEMBANG, TRIKPOS com – Heriyanto, pemilik tanah dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 06944 atas namanya sendiri, membantah tuduhan mencaplok tanah ahli waris almarhum Bajumi Wahab seluas 78 hektare. Melalui tim penasihat hukumnya, ia menyampaikan nota pembelaan (pledoi) dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Palembang, Kamis (30/1/2025). Heriyanto saat ini menghadapi tuntutan empat tahun penjara dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sumsel.

Dalam persidangan, nota pembelaan disampaikan oleh tim kuasa hukum Heriyanto, yang terdiri dari Hendra Jaya, A. Rizal, Ilyas, dan Dahlan, di hadapan majelis hakim yang diketuai Kristanto Sahat Sianipar.

Usai sidang, Hendra Jaya menegaskan bahwa perkara ini memiliki banyak kejanggalan dan tidak sesuai dengan fakta hukum. Ia mempertanyakan dasar laporan polisi yang diajukan di Polda Sumsel, mengingat klaim kepemilikan tanah oleh almarhum Bajumi Wahab hanya berdasarkan gambar situasi (GS) dalam bentuk fotokopi bukti kehilangan.

“Kami sangat menyayangkan laporan seperti ini bisa diterima oleh pihak kepolisian. Dari awal, kasus ini lebih kepada ranah perdata, bukan pidana. Klien kami memiliki sertifikat resmi yang diterbitkan oleh BPN Banyuasin pada 2008 melalui proses hukum yang sah,” ujar Hendra Jaya.

Ia juga menyoroti bahwa pihak pelapor, Bajumi Wahab, telah meninggal dunia, dan kuasa hukumnya, Elisa Rahmawati, juga telah berpulang. Menurutnya, hal ini berimplikasi pada hilangnya legal standing perkara sesuai Pasal 77 KUHAP, yang menyatakan bahwa jika pelapor dan kuasa hukumnya meninggal dunia, maka proses hukum tidak dapat dilanjutkan.

Kuasa hukum Heriyanto juga menuding adanya indikasi permainan dalam perkara ini. Mereka berjanji akan mengungkap pihak-pihak yang diduga terlibat dalam praktik mafia tanah.

“Kami menduga ada mafia yang bermain dalam perkara ini. Bukti yang diajukan ke kepolisian hanya berupa fotokopi kehilangan GS. Yang lebih aneh lagi, bagaimana mungkin satu orang bisa mengklaim kepemilikan lahan seluas 78 hektare? Ini tidak sesuai dengan regulasi Kementerian ATR/BPN, di mana satu orang hanya diperbolehkan memiliki lahan pertanian maksimal 20 hektare,” terang Hendra Jaya.

Selain itu, ia juga mempertanyakan mengapa perkara ini baru dinaikkan ke pengadilan pada 2024, padahal kasusnya sudah muncul sejak 2018.

“Kenapa klien kami saja yang diproses, padahal klaim tanah yang diajukan oleh penggugat mencapai 78 hektare, sedangkan klien kami hanya memiliki tanah seluas 1 hektare?” tegasnya.

Sidang akan dilanjutkan dengan agenda putusan dalam waktu dekat. Pihak Heriyanto berharap majelis hakim dapat mempertimbangkan pledoi yang telah disampaikan dan membebaskannya dari segala tuntutan. (Wan)