PALEMBANG – Sebanyak 315 pedagang yang mendiami pasar Cinde hingga kini masih meraung menunggu kejelasan nasib kios mereka yang sudah dibongkar, sementara Pemerintah Provinsi Sumsel, Pemerintah Kota Palembang, Pengembang yakni PT Magnum Beatum Aldiron dan perbankan, Bank Sumsel Babel (BSB) kompak Angkat Tangan dan terkesan saling tunggu.
Kepala Satuan Hukum BSB, Doni Rakasiwi secara tegas mengatakan, BSB tidak pernah mengucurkan Dana sepeserpun, baik itu berupa kredit modal kerja maupun pinjaman penyertaan modal kepada pihak pengembang.
Namun memang, diakui sebelumnya telah melakukan kesepakatan kerjasama (MOU) dengan pihak pengembang yang disaksikan langsung Gubernur Sumsel, Alex Noerdin pada masa itu. Penandatangan itu dilakukan pada tahun 2017, lalu dimana saat itu, BSB masih dibawah Kendali, M Adil.
“Meski sudah melakukan penandatangan dan kesepakatan kerjasama ternyata Ada point calon debitur yang tidak memenuhi persyaratan, sehingga kredit batal di kucurkan kepada pengembang saat itu,” kata Doni saat menerima aksi demonstrasi Gerakan Rakyat Muda Menggugat (GERAM) Sumsel di halaman kantor nya, Kamis (16/7).
Salah satu butir kesepakatan yakni memberikan pinjaman kepada pedagang maupun calon pemilik kios yang ingin membeli kios di pasar Cinde termasuk melakukan penyertaan modal kepada pengembang saat itu.
“Kami mengutamakan prinsip kehati-hatian dalam hal kucuran kredit. Karena Ada poin yang tidak memenuhi kriteria calon debitur makanya kucuran Dana kami batalkan,”tegas Doni disaksikan puluhan massa GERAM dan pihak kepolisian.
Pihak BSB sendiri mengaku penandatangan MOU dilakukan karena menghormati dan mendukung semua keputusan pemerintah untuk membuat Pasar Cinde menjadi lebih baik.
“Sebagai BUMD milik pemerintah kami mendukung apapun keputusan pemerintah, termasuk menandatangani kesepakatan kerjasama diawal,” Sebut Doni.
Namun hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI pada semester II tahun 2017 usai MOU dilakukan, justru mengungkap fakta lain. BPK mencatat dalam dokumen hasil pemeriksaan Ikhtisar (IHPS) semester II, BPD Bank Sumsel kurang menerapkan prinsip kehati-hatian dalam memberikan kredit sehingga terdapat potensi kredit tak tertagih sebesar Rp 321,15 miliar.
BPK juga mengklaim BSB juga kurang menerapkan prinsip ketidak hati-hatian dalam mengelola kredit grup, sehingga kredit yang tidak tertagih pada Lima perusahaan seluruhnya sebesar Rp 310,8 miliar dan penyaluran kredit Griya Sejahtera oleh empat kantor cabang sebesar Rp 10,4 miliar berpotensi juga tidak ditagih.