TRIKPOS.COM, PALEMBANG – Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pengelolaan dana KORPRI Banyuasin tahun anggaran 2022-2023, dengan terdakwa Bambang Gusriandi (Sekretaris KORPRI) dan Mirdayani (Bendahara KORPRI), kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Palembang pada Jumat (26/7/2024).
Sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Masriati SH MH ini dihadiri oleh Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Banyuasin dan 13 saksi, termasuk Zakirin, Hervina, Rully, Nabila, dan lainnya.
Saksi Zakirin, Kabid Pengendalian KORPRI dan Kepala Inspektorat Banyuasin, menyatakan bahwa ia menerima gaji Rp 500 ribu per bulan sejak 2022 tanpa pernah terlibat dalam rapat atau mengetahui lokasi kantor KORPRI. Pernyataannya ini dipertanyakan oleh penasehat hukum terdakwa yang menunjukkan bahwa Zakirin telah menerima honor sejak 2021.
“Saya menerima honor sejak 2022 dan tidak tahu mengenai SK sebagai Kabid Pengendalian KORPRI tahun 2021. Hingga saat ini, saya tidak mengetahui lokasi kantor KORPRI dan hanya menerima honor saja,” jelas Zakirin di persidangan.
Saksi Hervina, saat dimintai keterangan, menyangkal adanya aliran dana Rp 15 juta yang digunakan untuk memperoleh penghargaan dari KPID Sumsel. Ia menyebut uang tersebut dipinjam oleh terdakwa Bambang. Namun, saat ditunjukkan kwitansi uang Rp 15 juta, Hervina mengaku bahwa dirinya dipaksa oleh terdakwa Bambang untuk membuat kwitansi tersebut.
“Saya diperintah oleh terdakwa Bambang, namun saya tidak tahu peruntukannya, nama saya dicatut oleh terdakwa Bambang,” ungkap Hervina.
Arief Budiman, penasehat hukum terdakwa Bambang, mengatakan bahwa beberapa saksi tidak mengetahui tugas dan kewenangannya namun terus menerima gaji setiap bulan. Ia juga menjelaskan bahwa Hervina meminjam uang Rp 15 juta dari KORPRI untuk memperoleh penghargaan dari KPID setelah terdakwa Bambang tidak memiliki uang yang diminta.
“Meski telah dikembalikan, saksi Hervina tidak mau mengakui kwitansi pengembalian dan menyatakan uang diberikan melalui terdakwa Bambang. Namun, keterangan saksi telah di-counter oleh kedua terdakwa, dan saksi Hervina sendiri yang menemui terdakwa Mirdayani untuk pinjaman tersebut dua kali,” jelas Arief.
Arief juga mengkritisi struktur organisasi KORPRI Banyuasin yang dianggap bobrok, dengan beberapa anggotanya yang tidak mengetahui lokasi kantor KORPRI meski menerima gaji setiap bulan.
Dalam dakwaan JPU, terdakwa Bambang Gusriandi dan Mirdayani diduga menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan mengeluarkan serta menggunakan dana kas KORPRI tidak sesuai dengan keputusan Bupati Banyuasin. Laporan pertanggungjawaban penggunaan dana KORPRI Banyuasin juga dinilai tidak dikelola secara tertib, efisien, transparan, dan bertanggung jawab, yang diperkirakan merugikan keuangan negara sebesar Rp 342 juta.