PALEMBANG, TRIKPOS.com |
Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) mengambil langkah baru dalam memperkuat ketahanan pangan dengan cara yang tak biasa melalui jalur pendidikan. Gubernur Sumsel Dr. H. Herman Deru resmi meluncurkan Muatan Lokal (Mulok) Kemandirian Pangan, program yang menjadikan sekolah sebagai pusat pembelajaran kemandirian dan ketahanan pangan sejak dini.
Langkah ini menjadi bagian dari Gerakan Sumsel Mandiri Pangan (GSMP) yang telah berjalan sejak 2021. Bedanya, kali ini fokus diarahkan ke ruang kelas, agar kesadaran kemandirian pangan tumbuh di benak generasi muda.
“Sekuat apapun pertahanan negara, tanpa kemandirian pangan, kita tetap rapuh,” tegas Herman Deru dalam sambutannya di Palembang, Kamis (23/10).
Ia menyebut, penguatan karakter siswa melalui mulok ini bukan sekadar soal bertani, tapi tentang membangun pola pikir produktif dan mencintai hasil bumi sendiri. “Mulok ini pendidikan karakter. Kita ingin anak-anak tumbuh dengan semangat produktif, peduli lingkungan, dan bangga pada pangan lokal,” ujar Deru.
Program ini kini diterapkan di 34 sekolah di Sumsel, dan akan diperluas ke seluruh kabupaten/kota. Pemerintah daerah menargetkan siswa menjadi agen perubahan dalam gerakan kemandirian pangan dan ketahanan iklim. “Tidak boleh berhenti di seremonial. Evaluasi dilakukan tiap tiga bulan agar implementasinya nyata,” tambah Gubernur.
Atas inisiatif tersebut, Herman Deru mendapat penghargaan dari Badan Pangan Nasional (Bapanas) sebagai bentuk apresiasi terhadap upaya integrasi pendidikan dan ketahanan pangan di daerah.
Kepala Dinas Pendidikan Sumsel, Mondyaboni, menjelaskan bahwa Mulok Kemandirian Pangan dirancang agar siswa memahami arti penting pangan sehat dan bergizi. “Lewat mulok ini, anak-anak belajar menanam, mengenal gizi, hingga gemar makan sayur. Kami ingin mereka tumbuh jadi generasi produktif dan peduli terhadap pangan,” katanya.
Ia menegaskan, kebijakan ini sejalan dengan visi-misi Gubernur dan Wakil Gubernur untuk menjadikan Sumsel sebagai provinsi yang mandiri pangan.
“Sekolah harus menjadi laboratorium kecil ketahanan pangan,” tegasnya.
Dukungan terhadap langkah Sumsel juga datang dari lembaga internasional.
Direktur World Agroforestry (ICRAF) Indonesia, Andree Ekadinata, menilai program ini inovatif karena menanamkan kesadaran pangan lewat pendidikan sejak dini. “Banyak provinsi masih fokus di produksi pertanian. Sumsel melangkah lebih jauh, mengaitkannya dengan pendidikan dan pelestarian pengetahuan lokal,” ujarnya.
Menurutnya, gerakan ini penting untuk menghadapi perubahan iklim sekaligus melestarikan kearifan pangan lokal. “Sumber pangan tradisional sering hilang karena kurang didokumentasikan. Dengan mulok ini, generasi muda bisa belajar sekaligus menjaga warisan pangan daerah,” imbuh Andree.
Program ini menegaskan posisi Sumatera Selatan sebagai salah satu daerah pelopor yang berhasil mengintegrasikan pendidikan, lingkungan, dan ketahanan pangan secara berkelanjutan. Dengan dukungan lintas sektor dan evaluasi berkala, Pemprov Sumsel berupaya menjadikan sekolah-sekolah sebagai titik awal lahirnya generasi yang tangguh pangan dan adaptif terhadap perubahan iklim. (#)















