PALEMBANG, TRIKPOS.com – Sidang lanjutan perkara perselisihan hubungan industrial antara seorang karyawan Bank Sumsel Babel (BSB) dengan pihak perusahaan kembali digelar di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Negeri Kelas 1A Palembang, Selasa (30/9/2025).
Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Romi Sinarta SH MH ini menghadirkan tujuh saksi, baik dari internal maupun mantan karyawan BSB. Sejumlah fakta mencuat, mulai dari perintah kerja di hari libur, persoalan medical check up (MCU), hingga drama tangisan saksi di ruang sidang.
Saksi Ully Rahmi Kay (URK) mengaku rutin menjalani MCU tahunan dari BSB, namun tidak bisa memastikan apakah pemeriksaan itu benar-benar dilaksanakan pada tahun 2022 ke belakang. Sementara saksi lain, Femy Rosalianna juga menjawab “lupa” saat ditanya mengenai MCU tahun 2019. Femy Rosalianna hanya menegaskan bahwa dirinya tidak menjalani MCU pada 2020 dan 2021.
Majelis hakim menilai keterangan kedua saksi tidak konsisten dan terkesan mengaburkan fakta bahwa MCU tidak selalu dilaksanakan setiap tahun. Kuasa hukum penggugat menambahkan, pemberitahuan MCU pun tidak pernah sampai kepada kliennya, baik secara tertulis maupun melalui WhatsApp.
Dalam sidang, Ully Rahmi Kay juga membenarkan bukti percakapan yang diajukan penggugat terkait instruksi pekerjaan, termasuk adanya rapat daring (Zoom Meeting) yang dijadwalkan pada hari Sabtu, 30 Maret 2024. Hal ini memperkuat dalil penggugat bahwa ia kerap diperintah bekerja di luar jam kerja normal tanpa prosedur lembur sebagaimana ketentuan ketenagakerjaan.
Sidang sempat memanas ketika saksi Femy Rosalianna menangis, mengaku sering diperlakukan kasar oleh penggugat saat bekerja. Namun, penggugat membantah keras tuduhan tersebut.
“Itu bohong nyata. Dia playing victim, sandiwara menangis di persidangan. Mana ada bawahan bisa melawan atau bersikap kasar kepada atasannya? Kalau benar, mana buktinya pernah dilaporkan ke atasan atau Divisi Human Capital?” tegas penggugat.
Sebaliknya, penggugat menuding Femy Rosalianna sering bersikap kasar kepada bawahan dengan memanggil sambil berteriak, meski jarak antar meja hanya lima meter. “Nama saya sering dipanggil minimal tiga kali dengan teriakan, seperti memanggil pembantu saja, malah Saya yang mengadukan perilaku kasarnya ke sepupu Femy Rosalianna” ujarnya.
Penggugat juga menegaskan bahwa Ully Rahmi Kay dan Femy Rosalianna adalah pihak yang dilaporkannya ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Sumsel atas dugaan pelanggaran Pasal 87 ayat (1) UU Ketenagakerjaan dengan ancaman pidana 12 bulan penjara. Ia menduga laporan tersebut menjadi alasan Femy Rosalianna menangis di persidangan.
Femy Rosalianna juga dianggap berbelit saat menjawab pertanyaan hakim terkait skorsing penggugat. Ia menyebut skorsing diberikan karena penggugat tidak masuk kerja setelah cuti di luar tanggungan berakhir. Namun, bukti yang ditunjukkan hakim justru memperlihatkan penggugat sempat mengajukan permintaan diaktifkan kembali sebelum masa cutinya selesai, tetapi ditolak perusahaan.
Hakim menilai keterangan Femy Rosalianna kontradiktif dengan bukti yang ada. Fakta-fakta yang muncul dalam sidang semakin menguatkan dalil penggugat bahwa pengajuan PHK atas permintaan sendiri sah sesuai Pasal 154A ayat (1) huruf g angka 2, 4 & 5 UU No. 6/2023, penuh tekanan dalam bekerja, dan sarat pelanggaran ketenagakerjaan.
Sidang ditunda dan akan dilanjutkan dengan mendengarkan keterangan saksi tambahan serta ahli.