Keleluhuran Sejarah dan Budaya Sumsel Acapkali Terabaikan

  • Bagikan

TRIKPOS.COM,PALEMBANG | Pemerintah daerah acap kali mengabaikan nilai keluhuran sejarah dan budaya Sumatera Selatan (Sumsel) dalam menentukan arah kebijakan diambil. Hal ini bisa dilihat dari sejumlah kebijakan baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota yang tengah dijalankan.

Demikian dikatakan Budayawan Sumsel, Erwan Suryanegara saat menjadi narasumber Diskusi Serius Bertema (RE) Aktualisasi Jatidiri dan Nilai-nilai Keluhuran Sumatera Selatan yang di selenggarakan oleh Fakultas FISIP Universitas Sriwijaya, di Hotel Swarna Dwipa, Minggu (19/6).

“Sebelum menentukan kebijakan, pemerintah bisa berdiskusi terlebih dahulu dengan sejarawan, budayawan, tokoh masyarakat, pemangku adat dan lain sebagainya. Apalagi, kebijakan itu mengatur mengenai budaya masyarakat setempat,’kata budayawan

Dia mengatakan, hal lainnya  tak kalah penting dan menjadi isu hangat setiap tahunnya yakni penetapan HUT Kota Palembang.

“16 Juni kata mereka itu sudah malam hari  16 Juninya sehingga terbaca 17 Juni, selain itu 17 itu katanya  17 rakaat jadi semuanya menjadi asumsi, prasasti yang faktual diasumsikan menjadi 17 Juni, kalau mau konsisten berdasarkan Prasasti Kedukan Bukit itu menjadi 16 Juni 604 atau 682 Masehi sehingga hitungannya 1340,” terangnya.

Menurutnya, Walikota Palembang saat itu Tjek Yan membentuk tim untuk merumuskan HUT Palembang. Penentuannya didasarkan pada prasasti Kedukan Bukit  16 Juni. Hanya saja, mereka memiliki pemikiran lain.

Sejarawan Universitas Sriwijaya (Unsri)  Dedi Irwanto menuturkan, tanggal hari jadi Kota Palembang 17 Juni dinilainya keliru dan betul-betul ngawur.

“Memang betul itu dibentuk awalnya oleh tim perumus dan tim perumus merumuskan ada empat opsi yang dipilih,  lalu di sepakati bersama, bahkan ketika  ada rapat akbar di rumah Bari dan menghadirkan sejarawan Unsri  Makmun Abdullah, beliau mengatakan 16 Juni ,” katanya.

Bupati Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), Heri Amalindo mengatakan, pada prinsipnya PALI menyesesuaikan, dan  akan terus  berkoordinasi dengan tokoh tokoh adat , masyarakat pali.

“Pastinya masukan apa dari mereka berupa nilai- nilai  luhur yang selama ini ada berguyur hilang ataupun terkikis untuk tumbuh kembangkan lagi,” kata pak bupati

Untuk pengembangan cagar budaya bagi masyarakat di Kabupaten Pali, kata bupati sangat antusias, namun terkendala candi bumi ayu itu dibawah naungan arkelogi di Provinsi jambi

“Apapun yang diperbuat untuk cagar budaya harus berkoordinasi  seperti pembuatan pagar dan lainnya.Tentunya anggaran rehab dan perbaikan harusb mengeluarkan dana pusat untuk pengembangan candi tersebut,’ jelasnya.

  • Bagikan

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *