JAKARTA, TRIKPOS. com — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan masyarakat agar tidak menghindar ketika menghadapi kesulitan membayar utang, terutama dari layanan pinjaman daring (pinjol). Sikap terbuka dan kooperatif dinilai jauh lebih efektif untuk mencari solusi, termasuk kemungkinan restrukturisasi, dibanding bersikap kabur hingga sulit dihubungi.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK, Frederica Widyasari Dewi, menegaskan bahwa tindakan menghindari penagihan justru berpotensi membuat debitur dicap tidak memiliki iktikad baik.
“Kalau memang tidak bisa bayar, jangan lari, jangan kabur, jangan pindah alamat, jangan pindah kota. Itu dibilang konsumen tidak beritikad baik,” ujarnya saat ditemui di kawasan Jakarta Timur, Senin (10/11/2025).
Frederica menjelaskan, apabila debitur mengalami penurunan kemampuan finansial, misalnya karena kehilangan pekerjaan, langkah terbaik adalah langsung menemui pihak pemberi pinjaman untuk mengajukan restrukturisasi atau keringanan pembayaran.
“Lebih baik datangi perusahaannya. Sampaikan kondisi yang sebenarnya. Itu lebih bisa diterima,” jelasnya.
OJK juga siap memfasilitasi pertemuan antara debitur dan perusahaan jasa keuangan apabila terjadi hambatan dalam komunikasi. “Banyak kasus dimana kami pertemukan pihak-pihak terkait, terutama konsumen yang terjerat pinjol. Tapi tetap, konsumen harus menunjukkan sikap kooperatif,” tambahnya.
Sementara itu, OJK menegaskan bahwa praktik penagihan utang telah diatur ketat dalam POJK Nomor 22. Dalam aturan tersebut, perusahaan jasa keuangan tetap bertanggung jawab atas tindakan penagih utang, termasuk jika menggunakan jasa pihak ketiga.
“PUJK tidak boleh lepas tangan dengan alasan penagih berasal dari pihak luar. Tanggung jawab tetap ada di perusahaan penyelenggara,” tegas Frederica.
Aturan tersebut juga melarang penagihan dilakukan dengan cara-cara yang bersifat intimidatif, kasar, atau merendahkan martabat debitur. OJK menyatakan akan memberikan sanksi administratif hingga pidana jika ditemukan pelanggaran, baik oleh penagih utang maupun perusahaan yang bekerja sama dengan mereka.
“Kalau masih ada debt collector yang menagih dengan kekerasan atau mengintimidasi, itu bisa kena pidana. Perusahaan yang membiarkan itu juga bisa kami beri sanksi,” tutupnya.
OJK berharap edukasi dan penegakan regulasi dapat mendorong hubungan yang lebih sehat, transparan, dan adil antara konsumen dan penyelenggara layanan keuangan. (#)















