TRIKPOS.COM, PALEMBANG | Ketika seseorang ditetapkan sebagai tersangka, maka setidaknya penyidik telah memiliki 2 (dua) alat bukti yang syah sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP. Dalam Pasal 184 KUHAP ada 5 jenis alat bukti yang syah yaitu (1) keterangan saksi (2) keterangan ahli (3) surat/dokumen (4) petunjuk (5) keterangan terdakwa.
Alasan Terbitnya SP3
Diterbitkannya penetapan tersangka oleh penyidik telah melalui proses penyidikan, meskipun dalam kasus tertentu yaitu tertangkap tangan maka penetapan tersangka tidak dilakukan melalui proses penyidikan.
Jika mengacu pada Pasal 1 angka 2 KUHAP maka penyidikan merupakan rangkaian tindakan penyidik untuk mengumpulkan alat bukti, sehingga membuat terang sebuah tindak pidana serta menemukan tersangkanya.
“Jadi penetapan tersangka pasti dilakukan setelah penyidik menemukan alat bukti,” jelas Adv Rilo Budiman, menanggapi terbitnya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) Polda Sumsel terhadap rekannya M Husni Thamrin SH, Jum’at (6/1/2023).
Setelah seseorang ditetapkan sebagai tersangka, ternyata ada hak penyidik untuk menerbitkan SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan). SP3 ini terbit ketika sudah adanya penetapan seseorang sebagai tersangka.
Jika mengacu pada KUHAP, maka tentang SP3 ini hanya diatur dalam 1 pasal dan 1 ayat yaitu Pasal 109 ayat (2) yang bunyi lengkapnya :
“Dalam hal penyidik menghentikan penyidikan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum, maka penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya,” papar ketua Ikatan Lawyer Unsri (ILU) berdasarkan KUHAP
Dari norma di atas jika kita kaji, maka alasan terbitnya SP3 itu ada tiga yaitu :
Tidak cukup bukti Peristiwa tersebut bukan tindak pidana demi hukum tidak cukup bukti, artinya penyidik tidak memiliki 2 alat bukti yang sah dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka.
Hal ini tentu sedikit membingungkan karena ketika proses penyidikan berlangsung, dan ketika akan menetapkan seseorang sebagai tersangka, maka penyidik telah memiliki 2 alat bukti yang sah.
Lalu, jika alasan tidak cukup bukti yang dijadikan dasar, maka artinya ada alat bukti yang dianulir oleh penyidik sebagai alat bukti yang sah, sehingga dalam terbitnya SP3 tersebut dinyatakan bahwa alat bukti yang dijadikan dasar penetapan tersangka dinyatakan tidak sah/tidak tepat/ tidak akurat/ bukan sebagai alat bukti sehingga di terbitkan lah SP3.
Dalam menganulir alat bukti yang dipergunakan dalam penetapan tersangka, tentu saja bisa ditafsirkan bahwa tindakan penyidik tidak hati-hati dalam menilai alat bukti yang dipergunakan dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka. Atau bisa juga ditafsirkan sebagai tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh penyidik.
Namun demikian SP3 dalam konteks tidak cukup bukti dapat juga dikatakan sebagai tindak korektif yang dilakukan penyidik atas penetapan tersangka pada diri seseorang. Tindakan korektif ini harusnya secepatnya dilakukan agar hak-hak tersangka tidak dirugikan.
Alasan bahwa peristiwa yang dipersangkakan bukan peristiwa pidana juga menunjukkan ketidak hati-hatian atau ketidakprofesionalan penyidik dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka.
Karena ketika seseorang akan ditetapkan sebagai tersangka ada rangkaian tindakan penyelidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka (5) KUHAP yaitu perbuatan penyelidik untuk menentukan ada atau tidaknya perisitwa yang diduga tindak pidana atau bukan tindak pidana.
Penyelidikan ini dimaksudkan sebagai filter, memastikan perisitiwa hukum tersebut adalah adalah tindak pidana, dan bukan perbuatan dalam konteks hukum perdata atau hukum administrasi negara atau peristiwa adat.
Dengan demikian, alasan menjadi kurang relevan ketika menyatakan terbitnya SP3 karena perbuatan yang dilakukan tersangka tidak masuk dalam kategori hukum pidana atau tindak pidana.
Alasan ketiga, terbitnya SP3 adalah karena alasan demi hukum. Alasan demi hukum lebih rasional dibandingkan dengan dua alasan di atas.Hal ini disebabkan sudah masuk pada alasan yang lebih substansi yuridis formil. Dalam banyak doktrin dan putusan pengadilan, alasan demi hukum terbitnya SP3 didasarkan pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yaitu (1) nebis in idem (2) tersangka meninggal dunia (3) daluarsa.
Secara singkat dapat saya jelaskan bahwa nebis in idem ini diatur dalam Pasal 76 KUHP yang mengatur tentang orang tidak boleh dituntut dua kali atas perkara yang sama.
Frase “menuntut” memang otoritas jaksa, namun tentu penyidik juga tidak akan bertindak gegabah dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka karena jaksa sudah dipastikan tidak akan mau menurut orang tersebut jika ternyata untuk perkara yang sama pernah dituntut sebelumnya.
Karena itu, ketika penyidik menyadari bahwa orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka ternyata adalah orang yang sama dengan perkara yang sama yang pernah dijatuhi hukuman, maka di terbitkan lah SP3.
Tersangka meninggal dunia sebagaimana diatur dalam Pasal 77 KUHP. Dalam hal ini cukup jelas jika dijadikan pertimbangan terbitnya SP3. Karena tidak mungkin menuntut seorang mayat ke pengadilan, meskipun perbuatan sangat kejam sekalipun. Alasan ketiga adalah daluarsa sebagaimana diatur dalam Pasal 78 KUHP.
Tentang daluarsa ini ada empat kategori yaitu :
(1) sudah lewat satu tahun untuk tindak pidana percetakan; (2) sudah lewat 6 tahun, untuk tindak pidana yang diancam dengan pidana denda, kurungan atau penjara tidak lebih dari 3 tahun; (4)sesudah 12 tahun, untuk tindak pidana dengan ancaman pidana lebih dari 3 tahun; (4) sesudah lewat 18 tahun, untuk tindak pidana dnegan ancaman pidana mati atau seumur hidup.
Terakhir Rilo menyampaikan, Penyidik dalam menetapkan status seseorang sebagai tersangka, maka perlu mempertimbangkan kualitas dan kuantitas alat bukti.
Meskipun diperlukan minimal 2 alat bukti, tidak ada salahnya di back up dengan alat bukti lainnya agar tidak ada alasan untuk terbitnya SP3 karena tidak cukup bukti. R-KUHAP yang akan datang, sebaiknya memasukkan ketentuan harusnya ada izin pengadilan atau melalui penetapan pengadilan terbitnya SP3.
“Hal ini penting agar terbitnya SP3 tidak dilandasi oleh alasan subjektif penyidik semata,” tandasnya.(#)