JAKARTA, 28 Juli 2025 — PT Jasa Raharja menggelar Konsinyering Pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Perubahan PP Nomor 18 Tahun 1965 mengenai Ketentuan Pelaksanaan Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan, pada 23 Juli 2025 di Kantor Pusat Jasa Raharja, Jakarta. Kegiatan ini merupakan bagian dari upaya penguatan regulasi penyelenggaraan program perlindungan dasar bagi korban kecelakaan lalu lintas.
Acara ini dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan, termasuk perwakilan dari Kementerian Keuangan Republik Indonesia dan sejumlah akademisi. Turut hadir antara lain Direktur Pengembangan Dana Pensiun, Asuransi, dan Aktuaria DJPK Kemenkeu Ihda Muktiyanto, Direktur Harmonisasi Peraturan Penganggaran Didik Kusnaini, serta Kepala Bagian Hukum Sektor Keuangan dan Perjanjian Eva Theresia Bangun, bersama jajaran mereka.
Sejumlah akademisi juga diundang sebagai narasumber, antara lain Prof. Dr. Hikmahanto Juwana, S.H., LL.M., Ph.D. (Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia), Prof. Dr. Nurhasan Ismail, S.H., M.Si. (Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada), Prof. Dr. Drs. Rivan A. Purwantono, S.H., M.H. (Guru Besar Kehormatan Ilmu Hukum Universitas Islam Sultan Agung), Dr. Kornelius Simanjuntak, S.H., M.H. (Lektor Kepala Fakultas Hukum Universitas Indonesia), Dr. Dian Agung Wicaksono, S.H., LL.M. (Dosen Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada).
Dalam sambutan pembuka, Direktur Kepatuhan dan Manajemen Risiko Jasa Raharja, Harwan Muldidarmawan, menegaskan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam memperkuat regulasi dan memberikan kepastian hukum terhadap pelaksanaan program perlindungan dasar.
“Kami berterima kasih atas kehadiran para narasumber dan perwakilan Kementerian Keuangan. Sinergi ini sangat penting dalam memastikan program perlindungan dasar korban kecelakaan lalu lintas dan penumpang transportasi umum berjalan selaras dengan regulasi serta tujuan negara,” ujar Harwan.
Sementara itu, Ihda Muktiyanto menekankan perlunya prinsip dasar regulasi yang lebih tegas, khususnya penerapan no fault system, yang seharusnya tercermin secara eksplisit dalam batang tubuh peraturan.
“Perlu dihindari inkonsistensi antara batang tubuh dan penjelasan regulasi. Prinsip no fault system seharusnya ditegaskan secara utuh agar tidak multitafsir,” tegas Ihda.
Harwan menambahkan bahwa revisi terhadap PP 18 Tahun 1965 sangat penting guna menyelaraskan ketentuan yang ada dengan dinamika sosial dan hukum saat ini, serta mengurangi ketidakpastian hukum yang menghambat pencapaian perlindungan dasar yang adil.
Senada dengan hal tersebut, Didik Kusnaini menyampaikan bahwa regulasi terkait perlindungan korban kecelakaan perlu diperbarui, tidak hanya di tingkat peraturan pelaksana, tetapi juga pada level undang-undang.
“Substansi UU No. 34 Tahun 1964 juncto PP No. 18 Tahun 1965 sudah tidak sepenuhnya sejalan dengan regulasi saat ini, seperti UU SJSN, UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, maupun UU Perkeretaapian. Oleh karena itu, pembaruan regulasi menjadi keharusan,” ujar Didik.
Ia mengusulkan dua pendekatan dalam pembaruan: jangka pendek melalui penyempurnaan peraturan pelaksana, dan jangka panjang melalui revisi undang-undang agar sejalan dengan sistem jaminan sosial nasional.
Dengan terselenggaranya kegiatan ini, Jasa Raharja menegaskan komitmennya untuk terus adaptif terhadap perubahan, memperkuat akuntabilitas, dan memastikan bahwa perlindungan terhadap korban kecelakaan lalu lintas tetap menjadi prioritas utama. (#)