BANDAR LAMPUNG, TRIKPOS.com – Universitas Malahayati menjadi sorotan setelah kemunculan sejumlah pria berpakaian mirip satpam yang diduga tidak melalui proses rekrutmen resmi. Mereka terlihat berada di lingkungan kampus sejak 7 April 2025 hingga saat ini.
Sejumlah mahasiswa dan pegawai kampus menyatakan bahwa para petugas tersebut tidak menunjukkan identitas resmi, serta berpenampilan tidak sesuai dengan standar satuan pengamanan. Beberapa di antaranya dilaporkan merokok saat bertugas, berambut gondrong, dan memiliki tato, yang dianggap tidak mencerminkan sosok satpam profesional.
“Penampilan dan sikap mereka tidak seperti satpam kampus resmi. Kami bingung dan merasa tidak nyaman karena tidak ada penjelasan siapa mereka,” ujar seorang staf kampus yang enggan disebutkan namanya.
Figur-figur tersebut diduga merupakan orang-orang yang ditempatkan oleh Rusli Bintang, pendiri sekaligus tokoh sentral dalam pengelolaan Universitas Malahayati. Dugaan ini mencuat di tengah konflik internal keluarga antara Rusli Bintang dan istrinya, Rosnati Syech, yang juga memiliki peran strategis di yayasan pengelola kampus.
Konflik keluarga ini mencuat ke publik setelah aksi massa pada 7 April 2025 yang menolak pelantikan rektor baru versi Rusli Bintang. Dalam unggahan di media sosial, Rosnati menyebut pelantikan tersebut dilakukan secara sepihak dan tanpa melalui mekanisme resmi yayasan. Ketegangan ini diduga turut memengaruhi kebijakan internal kampus, termasuk dalam hal penempatan tenaga keamanan.
Situasi ini mendapat perhatian pihak kepolisian. Kapolresta Bandar Lampung, Kombes Pol Alfret Jacob Tilukay, menyebut telah mengerahkan sekitar 200 personel untuk menjaga keamanan kampus sebagai langkah preventif menghadapi potensi konflik.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak Universitas Malahayati, Rusli Bintang, maupun Rosnati Syech terkait status dan legalitas petugas keamanan tersebut. Mahasiswa dan pegawai berharap pihak kampus segera memberikan klarifikasi serta memastikan seluruh personel yang bertugas memenuhi ketentuan hukum dan standar profesionalisme.
Kasus ini dinilai mencoreng citra institusi pendidikan tinggi yang seharusnya menjunjung tinggi prinsip transparansi, keamanan, dan kenyamanan dalam penyelenggaraan akademik.
Laporan: Deni Gumay