MUBA, TRIKPOS.com — Aktivitas usaha ilegal di Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) kian tak terbendung. Dari pengeboran minyak tradisional hingga penambangan pasir ilegal, semua berlangsung terang-terangan tanpa ada tindakan tegas. Lemahnya pengawasan dan penegakan hukum disebut menjadi faktor utama suburnya bisnis haram tersebut.
Di balik maraknya aktivitas ini, beredar dugaan kuat adanya praktik “koordinasi” antara para pelaku dan oknum aparat penegak hukum. Pola ini disebut menjadi alasan mengapa aktivitas ilegal seolah kebal dari jeratan hukum, meski sudah berulang kali menimbulkan korban jiwa akibat ledakan dan kebakaran.
“Kuncinya koordinasi, Pak. Selama itu jalan, semua aman. Mulai dari pengeboran sampai angkutan minyak ilegal,” ungkap AD, mantan pelaku illegal drilling di Kecamatan Keluang, saat berbincang dengan wartawan, Selasa (14/10).
Kemunculan Peraturan Menteri ESDM Nomor 25 menjadi tameng baru bagi para pelaku bisnis minyak ilegal. Aturan yang sejatinya dibuat untuk mengatur pengelolaan sumur tua oleh badan hukum seperti koperasi atau BUMD itu justru disalahartikan sebagai izin bebas untuk membuka sumur baru.
“Padahal, Permen ESDM itu tidak pernah memberi izin pada masyarakat membuat sumur minyak baru. Tapi sekarang justru dijadikan alasan pembenaran aktivitas ilegal,” ujar salah satu pemerhati energi di Palembang.
Dampaknya, jumlah sumur bor liar dan kilang minyak ilegal di Muba meningkat signifikan. Aktivitas tersebut terdeteksi di sejumlah kecamatan seperti Keluang, Babat Supat, Tungkal Jaya, Bayung Lencir, Babat Toman, Plakat Tinggi, Lawang Wetan, Sekayu, dan Sanga Desa.
Selain menimbulkan risiko keselamatan, bisnis ilegal ini juga menyebabkan kerusakan lingkungan dan kebocoran potensi pendapatan daerah. Ribuan barel minyak mentah dikabarkan keluar dari Muba setiap hari, diangkut menggunakan truk tangki dan tronton tanpa dokumen resmi.
Ironisnya, tak sepeser pun hasil dari kegiatan tersebut masuk ke Pendapatan Asli Daerah (PAD). Semua hasil penjualan disebut mengalir ke kantong pribadi para pemain lapangan dan oknum yang membekingi.
“Sudah jadi rahasia umum, setiap kali ada kebakaran, kasusnya tidak pernah benar-benar diusut. Biasanya hanya ada satu orang yang dijadikan tersangka untuk formalitas,” tutur sumber lain yang enggan disebutkan namanya.
Fenomena serupa terjadi di sektor penambangan pasir (galian C). Di sepanjang aliran Sungai Musi, terlihat sejumlah titik penambangan aktif yang diduga beroperasi tanpa izin resmi. Kegiatan tersebut memperparah kerusakan lingkungan dan mengancam ekosistem sungai.
Aktivis lingkungan menilai lemahnya pengawasan pemerintah daerah dan aparat hukum telah membuat Muba menjadi “surga” bagi praktik-praktik ilegal.
“Selama ada pembiaran, maka kegiatan seperti ini akan terus berulang. Ini bukan lagi soal hukum, tapi soal keberanian dan komitmen negara menegakkan aturan,” tegas seorang aktivis. (#)