SULAWESI SELATAN – Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Marga tengah menyelesaikan konstruksi Jembatan Palopo di Kecamatan Wara Barat, Kota Palopo, Sulawesi Selatan, Rabu (2/9). Jembatan ini dibangun sebagai upaya pemulihan konektivitas di jalan poros utama Palopo dan Toraja Utara yang terputus akibat bencana tanah longsor pada pertengahan tahun 2020 lalu. Putusnya akses jalan menyebabkan terganggunya distribusi logistik dan juga mobilitas masyarakat.
“Tahun lalu terjadi longsor dan memutus jalan Palopo – Toraja Utara, sehingga akses kendaraan terputus total. Karena lebar longsoran sekitar 60 – 70 meter, Ditjen Bina Marga memutuskan untuk membangun jembatan di lokasi jalan yang putus agar bila terjadi hujan lebat dan longsor, tidak menutup akses jalan karena longsoran akan melewati kolong jembatan,” jelas Wido Kharisma, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) II.4 Provinsi Sulawesi Selatan.
Sebagai informasi, setelah kejadian longsor tahun lalu, hanya kendaraan roda dua yang dapat melintasi wilayah ini melalui jembatan gantung yang telah dibangun oleh Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Sulawesi Selatan pasca bencana. Karenanya, untuk memulihkan konektivitas dibangunlah jembatan permanen yang saat ini tengah dalam tahap penyelesaian.
Jembatan Palopo memiliki panjang 100 meter dan lebar lalu lintas 7 meter. Jembatan rangka baja ini menggunakan teknologi Lead Rubber Bearing (LRB) beserta seismic joint yang berguna meredam guncangan saat terjadi gempa. Desain Jembatan Palopo diperuntukan untuk kendaraan dengan muatan sumbu terberat (MST) sebesar 10 ton.
“Saat ini progres konstruksi jembatan sudah mencapai 97% dan tinggal perbaikan dan kelengkapan minor saja. Semoga kondisi cuaca mendukung, karena kendala yang dihadapi adalah cuaca ekstrim. Kondisi di sekitar jembatan merupakan tebing-tebing tinggi sehingga bila hujan lebat rawan terjadi longsor,” tambah Wido.
Menurut Wido, bila jembatan lain menggunakan lapisan galvanis dengan satu warna sebagai pelindung baja agar nilai muainya relatif seragam antar elemen baja, Jembatan Palopo menggunakan cat berwarna merah dan putih untuk lapisan pelindung jembatan.
“Gradasi warna yang berbeda dapat mempengaruhi muai susutnya baja jembatan. Karena prinsip dasarnya warna gelap (merah) akan lebih banyak menyerap cahaya dibandingkan warna terang (putih), yang berpengaruh juga terhadap muai baja yang tidak seragam. Akan tetapi, karena Jembatan Palopo ini berada di pegunungan dengan kelembaban yang tinggi dan udara yang sejuk, maka tidak mempengaruhi hal tersebut,” terangnya.
Walau konstruksi jembatan selesai di akhir Agustus ini, namun belum bisa langsung dilewati oleh pengguna jalan karena beton harus dilakukan perawatan selama umurnya agar kinerja beton maksimal serta harus lolos pengujian terlebih dahulu.
“Jembatan Palopo perlu dilakukan pengujian beban terlebih dahulu sebelum dapat dilintasi oleh kendaraan karena jembatan ini memiliki bentang 100 meter yang termasuk dalam kriteria jembatan khusus,” pungkas Wido (Ril)