TRIKPOS.COM, PALEMBANG – Fadilah alias Datuk (37), seorang sopir di Palembang, Sumatera Selatan, telah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus penganiayaan terhadap seorang koas bernama Muhammad Luthfi Hadyhan (22). Aksi kekerasan ini terjadi setelah pelaku merasa kesal lantaran korban dianggap tidak merespons pertanyaan dari majikannya, SM.
Kejadian tersebut berlangsung di sebuah kafe di Jalan Demang Lebar Daun, Kecamatan Ilir Barat I, Palembang, pada Selasa (10/12/2024) sekitar pukul 16.40 WIB. Menurut Dirreskrimum Polda Sumsel Kombes Anwar Reksowidjojo, insiden ini berawal dari ketegangan antara korban dan SM terkait jadwal piket koas anak SM berinisial LAP.
SM mendatangi Luthfi untuk mempertanyakan jadwal piket jaga anaknya, LAP, yang ditentukan oleh korban. Namun, menurut Anwar, sikap Luthfi yang hanya mendengarkan tanpa memberikan respons dianggap tidak sopan oleh SM. Hal inilah yang memicu emosi Datuk hingga menyerang korban.
“SM meminta penjelasan tentang jadwal anaknya, tetapi korban tidak merespons. Hal ini membuat tersangka emosi dan secara spontan melakukan penganiayaan,” ujar Anwar pada Sabtu (14/12/2024).
Hubungan Pelaku dengan Majikan
Datuk diketahui telah bekerja sebagai sopir keluarga SM selama lebih dari 20 tahun. Sebelum insiden, Datuk mengantar SM ke RS Siti Fatimah, tempat korban dan LAP menjalani koas. Dari sana, SM meminta Datuk mengantarnya ke lokasi kejadian.
Akibat penganiayaan, Luthfi mengalami luka lebam di bagian wajah dan sempat dirawat di RS Bhayangkara, Palembang. Polisi juga mengamankan sejumlah barang bukti, termasuk pakaian yang dikenakan tersangka dan korban saat kejadian, hasil visum korban, serta rekaman CCTV dari lokasi kejadian.
“Barang bukti berupa pakaian korban dan tersangka, hasil Visum Et Repertum, serta flashdisk berisi rekaman CCTV telah kami amankan,” jelas Anwar.
Atas perbuatannya, Datuk dijerat dengan Pasal 351 ayat 2 KUHP tentang penganiayaan yang mengakibatkan luka. Ancaman hukuman maksimal lima tahun penjara kini membayangi tersangka.
“Kami mengenakan Pasal 351 ayat 2 KUHP kepada tersangka, dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun penjara,” tegas Anwar.
Kasus ini menjadi peringatan akan pentingnya penyelesaian konflik secara bijak tanpa melibatkan kekerasan. (#)