SUMSEL  

Lemahnya Pengawasan dan Ketegasan Aturan, Jembatan Muara Lawai Runtuh Akibat Truk Tambang ODOL

Gubernur Sumsel Herman Deru Didampingi Wagub Cik Ujang, Bupati Lahat

PALEMBANG, TRIKPOS.com — Tragedi ambruknya Jembatan Muara Lawai di Kabupaten Lahat membuka borok lama soal lemahnya pengawasan terhadap angkutan tambang, khususnya truk Over Dimension Over Loading (ODOL) yang selama ini masih bebas berkeliaran di jalan-jalan umum Sumatera Selatan (Sumsel). Peristiwa ini menyulut reaksi keras dari publik, memaksa Pemerintah Provinsi Sumsel untuk kembali mengambil langkah korektif, meskipun regulasi sudah ada sejak lama.

Dalam rapat darurat yang digelar di Griya Agung, Senin malam (7/7/2025), Gubernur Sumsel H. Herman Deru menyatakan tengah menyusun Instruksi Gubernur baru yang akan diperluas ke 13 kabupaten/kota. Namun publik mempertanyakan, mengapa aturan yang sudah ada seperti Pergub 74 Tahun 2018 tidak mampu mencegah kejadian ini.

“Aturan kita sudah jelas melarang angkutan batubara lewat jalan umum, tapi faktanya truk ODOL masih lewat dan menghancurkan infrastruktur. Ini soal penegakan hukum, bukan sekadar regulasi tambahan,” ujar seorang aktivis lingkungan di Lahat yang enggan disebutkan namanya.

Menurut laporan Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN), penyebab utama ambruknya jembatan adalah empat unit truk tambang yang memuat lebih dari 200 ton, jauh melampaui kapasitas maksimal jembatan yang hanya 131 ton. Situasi ini menjadi cermin buruknya komitmen perusahaan tambang terhadap keselamatan publik dan aturan negara.

Gubernur Deru dalam rapat tersebut memang menyuarakan larangan keras terhadap penggunaan jalan umum oleh perusahaan tambang, dan menegaskan tidak ada toleransi lagi. Ia juga meminta perusahaan segera membangun jalan khusus sebagaimana sudah diamanatkan sejak lama.

Namun pernyataan ini dinilai terlambat oleh sejumlah pihak. “Jalan khusus seharusnya bukan lagi wacana, melainkan kewajiban yang sudah berjalan sejak pertama kali izin tambang diberikan,” ujar pengamat transportasi dari Universitas Sriwijaya.

Sementara itu, para kepala daerah dari wilayah lintasan batubara mendesak agar kebijakan larangan ODOL berlaku menyeluruh, bukan hanya di lokasi kejadian. Mereka mengingatkan bahwa banyak infrastruktur di daerah juga terancam akibat aktivitas serupa.

Dugaan bahwa perusahaan tambang telah melanggar batas muatan dan menggunakan jalur ilegal kembali menyeruak. Apalagi informasi dari BBPJN menyebutkan bahwa pelaku konstruksi jembatan akan diminta memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan akibat truk ODOL.

“Saya dukung penuh penindakan hukum terhadap semua pihak yang bertanggung jawab, termasuk perusahaan yang lalai,” tegas Herman Deru.

Peristiwa ini menjadi pengingat pahit bahwa Sumsel belum benar-benar lepas dari darurat ODOL. Tanpa komitmen penuh dari aparat penegak hukum, perusahaan tambang, dan pengawasan berkelanjutan, tragedi serupa bukan tidak mungkin terulang kembali. (#)