Bisnis  

Ketatnya Persaingan Ekspor Dunia, Mutu Karet Sumsel Jadi Sorotan

PALEMBANG – Mutu dan kualitas karet Sumsel jadi sorotan dunia, menyusul makin ketatnya persaingan ekspor karet sejak dua dekade ini.

Hal tersebut diakui tegas salah satu perusahaan raksasa pengelolaan karet PT Hok Tong.

Demikian diungkapkan HRD dan CSR Manager PT Hok Tong, Delzy Yandra saat pelatihan 22 pengawas Mutu BOKAR karet atau Standar Internasional Rubber (SIR) di hotel Swarna Dwipa, Rabu (25/8). Kegiatan yang melibatkan langsung tim Badan Standarisasi Nasional (BSN) dibuka oleh Kepala Dinas Perdagangan Sumsel, Rozali.

Menurutnya sejak dua dekade terakhir kompetisi ekspor karet dunia sangat ketat. Jika dulu, hanya tiga negara, yakni Indonesia, Malaysia dan Thailand saja yang secara aktif mengekspor karet ke sejumlah negara-negara Asia dan kawasan Eropa lainnya, kini persaingan bertambah dengan kehadiran negara baru yang meramaikan ekspor karet.

Negara itu diantaranya Burma, Myanmar, Vietnam dan Kamboja, sehingga saat ini ada delapan negara yang meramaikan pemenuhan suplai karet dunia.

“Artinya saat ini, kita diberondong tujuh negara. tentu saja untuk memenangkan persaingan, wajib menjaga mutu dan kualitas karet. Jika tidak melakukan perubahan akan jadi ancaman, ” katanya.

Image rendahnya mutu dan kualitas karet dari Indonesia memang sejak dulu jadi sorotan. Produksi untuk karet berstandar baik dan bersih ini masih belum mampu memenuhi permintaan pasar dunia, makanya harus dilakukan perubahan secara detail, bagaimana membuat mutu karet Indonesia menjadi primadona dunia.

“Makanya kita melatih 22 tim pengawasan mutu kita dari PT Hok Tong yang melibatkan BSN, agar memenangkan persaingan pasar ekspor internasional,”katanya.

Apalagi faktanya, Kepala Dinas Perdagangan Sumsel, Rozali mengungkap Indonesia merupakan negara kedua sebagai produser karet terbesar setelah Malaysia, dan dari jumlah tersebut, karet asal Sumsel menyumbang lebih dari 40 persen dari total ekspor karet pertahunnya.

Kenyataan ini haruslah disikapi dengan perimbangan mutu karet yang berkualitas dan berstandar. Tujuannya memenangkan persaingan ekspor.

“Apalagi karet ini masih jadi bahan baku produksi olahan yang primadona di dunia. makanya pengawasan mutu harus jeli, ” katanya.

Dalam sambutannya, Rozali mengatakan Pemerintah Sumsel melalui dinas perdagangan semaksimal mungkin akan membantu meningkatkan lembaga penguji yang kredibel, terakreditasi oleh komite akreditasi nasional (KAN) serta peningkatan kompetensi personil lembaga uji dan dunia usaha yang terakreditasi oleh lembaga sertifikasi.

“Untuk meyakinkan pihak buyer agar karet SIR yang dijual di pasaran di luar ataupun dalam negeri mampu menghasilkan mutu karet yang berkualitas, sehingga memberikan kepuasan sehingga didapatkan harga standar layak jual yang tinggi pula, ” katanya.

Sekretaris eksekutif Gapkindo Sumsel dr Ir Nur Ahmadi MS mengatakan penentuan harga karet mengacu pada jumlah permintaan pasar internasional dengan ketersedian bahan baku, mutu dikurangi biaya produksi dengan kurs dolar yang berlaku hari itu.

Makanya harga karet cenderung berfluakif perharinya.

“Contohnya hari ini ada informasi bahwa harga 1 kg karet FOB karet yang sudah siap ekspor dan sudah diproses pabrik katakan 1,3 dolar perkilo misalnya dikalikan cost hari ini anggaplah Rp 24.000 misalnya aja kita kurangi biaya Rp 3000 sampai Rp 3500 perkilo maka didapati Rp 21.000 asumsi kalau karetnya bagus tanpa campuran, kadar karet kering misalkan petani punya karet 100kg bukan sutuhnya berisi karet paling 40 sampai 45% karetnya dikalikan 21.000 tadi itulah harga petani jadi tergantung mutu karet, “katanya.

Karet tergantung SI permintaan marketing dari Singapore berapa dan tergantung kesediaan bahan baku, masalah dasar karet yakni bahan baku karet.

“Melihat di Gapkindo dan GTSR di dunia sedang berusaha replanting bekerjasama dengan pemerintah membantu petani untuk replanting di Sumsel, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Sumatera Utara dan usia pohon karet maksimal 25 tahun” pungkasnya.