TANGERANG – Rencana pemerintah menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% per 1 Januari 2025 terus menuai kekhawatiran dari berbagai pihak, terutama pelaku industri otomotif. Kebijakan ini diperkirakan akan berdampak besar, menekan daya beli masyarakat, dan memukul penjualan kendaraan hingga level terendah sejak era pandemi COVID-19.
Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Yohannes Nangoi, memaparkan bahwa pasar otomotif saat ini sudah menghadapi tantangan berat sepanjang 2024. Akibatnya, Gaikindo terpaksa menurunkan target penjualan dari 1,1 juta unit menjadi 850 ribu unit pada akhir tahun.
“Kami sadari bahwa tahun 2024 adalah tahun yang sangat berat untuk industri otomotif. Rencana kenaikan PPN tahun depan bisa memperparah situasi, dengan potensi penjualan kendaraan turun hingga 500 ribu unit sepanjang 2025,” kata Nangoi dalam peresmian Gaikindo Jakarta Auto Week (GJAW) di ICE, BSD, Tangerang, pekan lalu.
Nangoi menegaskan bahwa kenaikan PPN bukan hanya menekan penjualan, tetapi juga berpotensi mengganggu keberlangsungan industri otomotif nasional. Penurunan penjualan akan memengaruhi kapasitas produksi, yang pada akhirnya dapat memicu pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor ini.
“Kondisi pasar kendaraan di Indonesia saat ini sedang megap-megap. Jika penurunan penjualan tidak bisa dicegah, risiko PHK di sektor otomotif semakin nyata,” ujarnya.
Gaikindo pun meminta pemerintah, khususnya Kementerian Perindustrian, untuk mempertimbangkan ulang kebijakan ini dan memberikan stimulus bagi industri otomotif agar pasar tetap terjaga.
“Kelangsungan industri otomotif Indonesia sangat signifikan dan harus terus dijaga. Kami sangat mengharapkan adanya perhatian berupa stimulus yang dapat menjaga pasar kendaraan nasional tetap stabil,” tambah Nangoi.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengakui bahwa tekanan terhadap industri otomotif telah terlihat sejak tahun ini. Ia menyebut pemerintah sedang menyiapkan kebijakan untuk mendukung penjualan kendaraan, termasuk insentif khusus untuk segmen kendaraan ramah lingkungan seperti mobil hybrid.
“Salah satu prioritas kami adalah menyiapkan program insentif dan stimulus bagi industri otomotif, agar tekanan ekonomi tidak berdampak lebih jauh,” ujar Agus.
Pemerintah menyadari kontribusi besar industri otomotif terhadap perekonomian nasional. Dengan memberikan insentif, diharapkan daya beli masyarakat meningkat, sehingga penurunan penjualan dapat diminimalkan.
Kebijakan kenaikan PPN 12% menjadi tantangan besar bagi industri otomotif yang baru pulih dari dampak pandemi. Dengan kontribusi signifikan terhadap ekonomi, keberlanjutan industri ini memerlukan sinergi antara pemerintah dan pelaku usaha.
Langkah strategis seperti insentif dan stimulus diharapkan mampu menjadi solusi agar pasar kendaraan tidak mengalami koreksi tajam. Namun, bila kebijakan ini tidak diimbangi dengan dukungan konkret, potensi krisis di sektor otomotif bisa menjadi kenyataan yang merugikan berbagai pihak.
Dengan rencana kenaikan PPN dan kebijakan terkait lainnya, pelaku industri otomotif dan pemerintah kini berada di persimpangan. Kolaborasi dan kebijakan yang tepat akan menjadi kunci dalam menghadapi tahun yang penuh tantangan di 2025. (#)