PALEMBANG TRIKPOS com – Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan (Pemprov Sumsel) bersama Komisi II DPR RI menggelar evaluasi pelaksanaan seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tahap 1 tahun 2024. Pertemuan yang berlangsung di Auditorium Bina Praja pada Rabu (5/2/2025) ini turut dihadiri oleh Pj Gubernur Sumsel, Elen Setiadi, S.H., M.S.E., Sekda Sumsel Edward Candra, serta jajaran Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Sumsel.
Elen Setiadi menyambut baik kunjungan kerja Komisi II DPR RI yang membahas evaluasi seleksi CPNS-PPPK di Pemprov Sumsel. Ia memaparkan bahwa berdasarkan data BKD Sumsel, jumlah pelamar PPPK tahap 1 mencapai 7.414 orang, dengan 3.077 peserta dinyatakan lulus. Sementara itu, pada tahap 2 terdapat 3.397 pelamar yang ikut serta dalam seleksi.
Lebih lanjut, Elen menjelaskan bahwa tenaga non-ASN yang terdata dalam pangkalan data (database) Badan Kepegawaian Negara (BKN) mencapai 8.606 orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 4.861 orang telah diangkat menjadi PPPK hingga 2024.
“Sedangkan pegawai non-ASN yang belum mengikuti seleksi ASN tahun 2024 berjumlah 958 orang, dengan rincian 413 orang telah mengikuti seleksi tahap 2 dan 545 orang tidak mendaftar. Selain itu, ada 501 tenaga non-ASN yang tidak terdata di pangkalan data BKN, terdiri dari 241 orang yang ikut seleksi CPNS namun gagal, serta 206 orang dengan masa kerja kurang dari dua tahun,” jelasnya.
Elen menegaskan bahwa Pemprov Sumsel akan tetap melaksanakan seleksi penerimaan ASN (CPNS dan PPPK) sesuai dengan regulasi yang ditetapkan oleh Kementerian PANRB, BKN, Kemendikbud, dan Kemenkes. Untuk menjamin transparansi, proses seleksi ini juga melibatkan tim Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dari Inspektorat Sumsel.
Namun, ia mengakui bahwa salah satu tantangan utama dalam penataan pegawai non-ASN adalah keterbatasan anggaran. Meski demikian, Pemprov Sumsel tetap berupaya memastikan gaji tenaga non-ASN paruh waktu dibayarkan dengan layak.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Dede Yusuf, menyampaikan bahwa Komisi II DPR RI membidangi urusan pemerintahan daerah, termasuk yang terkait dengan Kemenpan RB, kepegawaian, pertanahan, serta pelaksanaan pemilu. Dalam pertemuan ini, pihaknya ingin menyerap aspirasi dan mendengar langsung kendala yang dihadapi pemerintah daerah dalam proses seleksi ASN.
“Kami memahami bahwa pemerintah sedang melakukan upaya penataan terhadap ASN. Saat ini, regulasi mengenai tenaga honorer masih dalam proses karena Peraturan Pemerintah (PP) dari UU ASN belum diterbitkan. Oleh sebab itu, kami ingin mendengar langsung permasalahan yang dihadapi di daerah,” ujarnya.
Dede Yusuf mengungkapkan bahwa jumlah tenaga honorer di Indonesia telah mencapai 4 juta orang, sehingga pemerintah mendorong sistem PPPK sebagai solusi. Namun, dalam implementasinya masih banyak kendala.
“Tercatat ada 1,7 juta orang yang mengikuti seleksi PPPK, dengan 1,4 juta orang dinyatakan lulus. Sementara itu, masih ada sekitar 300 ribu orang yang belum lulus,” ungkapnya.
Selain itu, Dede Yusuf menyoroti masalah tenaga honorer yang sulit terdata di database BKN, terutama mereka yang telah bekerja bertahun-tahun. Masalah lain adalah pegawai honorer pusat (Kementerian) yang ditempatkan di daerah, tetapi tidak memiliki kejelasan status karena dianggap sebagai pegawai pusat oleh daerah dan sebaliknya oleh pemerintah pusat.
Melihat berbagai kendala tersebut, Komisi II DPR RI mengusulkan beberapa langkah untuk mengatasi permasalahan tenaga non-ASN.
“Kami merekomendasikan agar pemerintah daerah mengutamakan pengangkatan tenaga non-ASN eks K2, menyelesaikan penerimaan tenaga PPPK yang telah lulus, serta tidak menambah pegawai baru sebelum menyelesaikan permasalahan yang ada,” ujar Dede Yusuf.
Ia juga menyatakan bahwa ada usulan agar tenaga PPPK dapat diangkat menjadi CPNS, dan pihaknya mendukung gagasan tersebut. Namun, ia menekankan perlunya penyelesaian bertahap agar tidak menimbulkan permasalahan baru.
“Yang terpenting saat ini adalah fokus menyelesaikan proses penerimaan PPPK yang telah lulus serta mencari solusi bagi tenaga non-ASN paruh waktu. Prioritas utama adalah mengangkat pegawai yang sudah terdaftar di BKN/BKD dan masih menunggu penempatan,” tandasnya.
Dengan adanya evaluasi ini, diharapkan pemerintah daerah dapat lebih optimal dalam menata tenaga ASN dan non-ASN, serta memastikan seleksi berjalan transparan dan sesuai regulasi.(#)