MUSI RAWAS, TRIKPOS.com – Sejumlah elemen masyarakat mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Selatan (Sumsel) untuk memeriksa Kepala Desa (Kades) Pangkalan Tarum Lama, Kecamatan BTS Ulu, Kabupaten Musi Rawas (Mura), berinisial Sp.
Desakan ini muncul setelah Kejati Sumsel menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan korupsi penerbitan izin usaha perkebunan ilegal PT. Dapo Agro Makmur (PT. DAM) di Kabupaten Musi Rawas, yang mencakup lahan seluas lebih dari 5.974 hektare milik negara.
Kelima tersangka tersebut adalah mantan Bupati Musi Rawas dua periode, Ridwan Mukti; Kepala Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Perizinan (BPMPTP) berinisial SAI; Sekretaris BPMPTP, AM; Direktur PT. DAM, ES; serta mantan Kepala Desa Mulyoharjo, BA, yang kini menjabat sebagai anggota DPRD Musi Rawas.
Empat tersangka telah ditahan, sementara BA mangkir dari panggilan. Pihak Kejati Sumsel dikabarkan akan menjemput paksa BA jika ia tidak menyerahkan diri.
Terpisah, sejumlah sumber yang enggan disebutkan namanya menyebut bahwa kasus ini diduga kuat turut melibatkan Kades Pangkalan Tarum Lama, Sp.
“Tolong Kades Pangkalan Tarum Lama, Sp, juga diperiksa. Sebab, lokasi PT. DAM juga berada di wilayah tersebut,” ujar salah satu narasumber, Kamis (6/3/2025).
Menurut narasumber, dalam pengadaan lahan perkebunan sawit PT. DAM, banyak kepala desa diduga bermain dalam ganti rugi lahan. Beberapa di antaranya bahkan diduga meraup keuntungan pribadi dari penjualan lahan.
“Informasi yang kami peroleh, pihak PT. DAM membeli lahan dengan harga sekitar Rp 25 juta per hektare. Namun, masyarakat hanya menerima sekitar Rp 5 juta per hektare. Artinya, ada oknum kepala desa yang meraup keuntungan hingga Rp 20 juta per hektare,” ungkapnya.
Jika dihitung dari total lahan bermasalah seluas 5.974 hektare, dugaan keuntungan yang diperoleh oknum kepala desa dan pihak terkait bisa mencapai Rp 119 miliar lebih.
Tak hanya itu, oknum Kades Sp juga diduga melakukan pungutan liar (pungli) dalam proses penerimaan tenaga kerja keamanan di PT. DAM. Para pelamar dikabarkan diminta uang sebesar Rp 20-30 juta untuk bisa diterima bekerja.
Masyarakat meminta Kejati Sumsel untuk mengusut kasus ini secara menyeluruh tanpa tebang pilih.
“Saya harap Kejati Sumsel tidak tebang pilih. Jika Sp benar-benar terlibat, dia harus diperiksa dan diproses hukum sebagaimana mestinya,” tegas narasumber.
(Tim Wartawan PWDPI/Deni Gumay)