HUKUM  

THR Harus Dibayar Penuh, Adv Muda A Rilo Budiman : Itu Hak Pekerja

Advokat Muda A.Rilo Budiman SH ( Ketua Ikatan Lawyers Unsri)
Foto : Advokat Muda A.Rilo Budiman SH ( Ketua Ikatan Lawyers Unsri)

TRIKPOS.COM, PALEMBANG | Seperti di ketahui pada tahun 2020 yang lalu, Menaker Ida Fauziyah menerbitkan Surat Edaran No.M/6/HI.00.01/V/2020 tentang Pelaksanaan Pemberian THR Keagamaan Tahun 2020 di Perusahaan Dalam Masa Pandemi Covid-19.

Dimana sesuai dengan surat edaran ini, perusahaan yang tidak mampu membayar THR secara penuh pada waktu yang ditentukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan maka pembayaran THR dapat dilakukan secara bertahap atau dapat dilakukan penundaan sampai dengan jangka waktu yang disepakati.

Surat edaran tersebut dikeluarkan oleh Menaker dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian di Indonesia yang terdampak akibat pandemi covid-19.

Namun di tahun 2022 ini, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI-Jamsos) Kemnaker Indah Anggoro Putri menyampaikan bahwa tahun ini THR harus dibayarkan secara penuh, tidak ada relaksasi dan tidak boleh dicicil.

Dalam hal ini, Kemenaker memastikan akan menerbitkan surat edaran tentang pembayaran tunjangan hari raya Idul Fitri 1443 Hijriah dalam waktu dekat ini.

Sejarah kemunculan THR ini pertama kali muncul pada masa pemerintahan presiden Soekarno, pada era kabinet Soekiman Wirjosandjojo. Pada era ini, kabinet Soekiman memiliki program kerja meningkatkan kesejahteraan pamong pradja atau yang kini disebut dengan pegawai negeri sipil (PNS). Kabinet Soekiman memberikan tunjangan dalam bentuk uang dan beras.

Namun kebijakan ini diprotes oleh kaum buruh, karena menurut mereka kebijakan tersebut terkesan tidak adil dan merasa tidak mendapatkan perhatian apa pun dari pemerintah. Oleh karena itu pada tahun 1994 pemerintah secara resmi mengeluarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. 04/1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja di Perusahaan.

Dimana sesuai dengan peraturan tersebut dijelaskan bahwa pengusaha wajib memberikan THR kepada pekerja yang telah bekerja selama tiga bulan secara terus menerus atau lebih.

Kemudian semakin berkembangnya kondisi ekonomi di Indonesia, Kementerian Ketenagakerjaan mengeluarkan Permenaker No. 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan, dimana yang dimaksud dengan Tunjangan hari raya keagamaan atau THR Keagamaan adalah pendapatan non upah yang wajib dibayarkan oleh Pengusaha kepada Pekerja/Buruh atau keluarganya menjelang Hari Raya Keagamaan.

Pengusaha wajib memberikan THR Keagamaan kepada pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 1 (satu) bulan secara terus menerus atau lebih.

Adapun besaran THR keagamaan ditetapkan sebagai berikut:

Pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih, diberikan sebesar 1 bulan upah;

Pekerja/buruh yang mempunyai masa kerja 1 bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 bulan, diberikan secara proporsional sesuai masa kerja dengan perhitungan: (masa kerja : 12 bulan) X 1 bulan upah THR Keagamaan wajib dibayarkan oleh pengusaha paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum hari raya keagamaan dan diberikan dalam bentuk uang dengan ketentuan menggunakan mata uang rupiah.

Apabila pengusaha terlambat membayar THR Keagamaan kepada pekerja/buruh maka akan dikenai denda sebesar 5% (lima persen) dari total THR keagamaan yang harus dibayar sejak berakhirnya batas waktu kewajiban pengusaha untuk membayar. Denda tersebut tidak menghilangkan kewajiban pengusaha untuk membayar THR kepada pekerja/buruh.

Sesuai dengan instruksi Kementerian Ketenagakerjaan, semua pengusaha diwajibkan untuk membayar secara penuh Tunjangan Hari Raya (THR) pada tahun ini.

Advokat Muda A.Rilo Budiman SH ( Ketua Ikatan Lawyers Unsri) menekankan bahwa baik pelaku usaha yang mampu dan tidak mampu wajib membayar THR kepada pekerjanya.

Rilo mengatakan bahwa pelaku usaha yang mampu tentunya tidak ada alasan untuk tidak membayarkan THR sesuai peraturan. Bagi pelaku usaha yang cash flow atau arus kasnya sedang bermasalah, maka dapat membuat kesepakatan bersama pekerja dan pemangku kepentingan terkait.

“THR itu hak pekerja, menurut saya mampu tidak mampu harus dibayar sesuai dengan aturan yang berlaku,” ujar Rilo, Senin (11/4/2022)

Berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan disebutkan bahwa THR wajib dibayarkan oleh pengusaha paling lambat tujuh hari sebelum Hari Raya Keagamaan.

Lebih lanjut, Rilo mengatakan bahwa Kemenaker harus bertindak tegas, bukan hanya sekadar omongan atau tertulis saja. Meskipun dalam peraturan tertulis akan ada sanksi, tetapi realisasinya seringkali tidak terlihat.

Pada Permenaker tersebut juga sudah tertulis bahwa pengusaha yang terlambat membayar hak para pekerjanya dikenai dengan sebesar lima persen dari total THR. Denda tersebut tentunya tidak menghilangkan kewajiban pengusaha untuk tetap membayar THR tersebut.

“Kemenaker harus ada keberanian untuk meminta kepada kementerian terkait. Perusahaan yang melanggar perlu dikasih sanksi seperti pencabutan izin untuk memberikan efek jera,” lanjutnya.

Dia meminta Kemenaker untuk melaporkan kepada penegak hukum dengan memberikan daftar nama perusahaan yang tidak menjalankan kewajibannya.

“Jadi Kemenaker harus melaporkan kepada penegak hukum, nih daftar perusahaan yang melakukan pembayaran, laporkan ke kepolisian. Zaman sekarang kesadaran susah, efek jera hukum baru dirasakan kalau pelaku dihukum dalam waktu yang lama,” ujarnya.

Pada dasarnya, ia mengatakan tidak semua pengusaha ‘nakal’ terkait pembayaran THR. Buktinya, menurut Rilo masih banyak perusahaan yang taat dan tidak bermasalah dengan pekerjanya.

“Harusnya Kemenaker itu memberikan reward and punishment, mereka yang selalu aktif itu dikasih reward, dijadikan percontohan,” katanya. (#)

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *